Politik Bawaslu RI bukan hanya penjaga proses pemilu, tetapi juga pengawal moral demokrasi. Seruan mereka agar pendidikan politik diperkuat harus menjadi perhatian bersama.
Bukan sekadar wacana normatif, seruan ini muncul sebagai refleksi mendalam atas berbagai fenomena politik kontemporer, mulai dari meningkatnya politik uang, polarisasi sosial akibat perbedaan pilihan politik, hingga maraknya penyebaran hoaks menjelang pemilu.
Bagi Bawaslu, pendidikan politik bukan hanya tanggung jawab penyelenggara pemilu, melainkan sebuah kebutuhan mendesak untuk memperkuat fondasi demokrasi Indonesia yang sehat dan berkeadaban, Dibawah ini SEMBILAN NEWS akan membahas seputar Berita Politik Terkini.
DAFTAR ISI
Demokrasi Tanpa Pendidikan Politik
Demokrasi tidak cukup hanya hadir melalui pemilihan umum yang berlangsung setiap lima tahun. Demokrasi sejati membutuhkan partisipasi publik yang sadar, kritis, dan bertanggung jawab.
Sayangnya, kesadaran tersebut masih menjadi barang langka di banyak wilayah Indonesia. Pemilih yang belum memahami hak dan kewajiban politiknya rentan menjadi sasaran politik transaksional atau bahkan propaganda digital.
Bawaslu RI dalam berbagai kesempatan menyoroti bahwa rendahnya tingkat literasi politik masyarakat menjadi hambatan utama dalam mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat.
Tanpa pendidikan politik, rakyat cenderung memilih berdasarkan sentimen sesaat, popularitas tokoh. Atau bahkan sekadar iming-iming materi. Akibatnya, kualitas kepemimpinan yang lahir dari proses demokrasi pun menjadi dipertanyakan.
Apa Itu Pendidikan Politik?
Pendidikan politik tidak semata soal menghafal nama-nama partai politik atau memahami sistem pemerintahan. Lebih dari itu, pendidikan politik adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memahami hak dan kewajiban politiknya, memahami mekanisme pemilu. Serta mampu mengambil keputusan politik secara mandiri dan rasional.
Pendidikan politik juga mengajarkan masyarakat untuk bersikap kritis terhadap janji-janji politik dan menolak segala bentuk pelanggaran, termasuk politik uang dan kampanye hitam.
Dalam konteks ini, Bawaslu RI berperan tidak hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai agen transformasi sosial. Melalui berbagai program sosialisasi, diskusi publik, hingga pelatihan kepemiluan, Bawaslu berupaya menjangkau berbagai lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, pekerja, ibu rumah tangga, hingga komunitas adat di pelosok negeri.
Baca Juga: PDIP Solo Resmi Dukung Megawati Lanjutkan Kepemimpinan Sebagai Ketum
Program Strategis Bawaslu
Sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab dalam pengawasan pemilu, Bawaslu RI tidak tinggal diam menghadapi rendahnya kesadaran politik masyarakat. Beragam inisiatif digagas untuk meningkatkan kualitas partisipasi pemilih.
Salah satu program unggulan adalah “Sekolah Kader Pengawas Partisipatif” (SKPP). Melalui program ini, Bawaslu melatih generasi muda dari berbagai daerah untuk menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing.
Mereka dibekali pengetahuan tentang hukum pemilu, teknik pengawasan, serta strategi komunikasi politik. Para alumni SKPP ini kemudian diharapkan mampu menjadi corong edukasi politik di tengah masyarakat.
Tak hanya itu, Bawaslu juga mengintensifkan kegiatan “Goes to Campus” dan “Goes to School”, sebuah bentuk pendekatan edukatif yang menyasar segmen pemilih pemula. Di era media sosial seperti sekarang, pendekatan ini menjadi penting mengingat anak muda adalah kelompok yang sangat rentan terhadap misinformasi politik.
Masyarakat Melek Politik, Pemilu Berkualitas
Apa jadinya jika masyarakat melek politik? Jawabannya sederhana namun krusial pemilu akan lebih berkualitas. Pemilih yang paham politik akan cenderung menolak politik uang, kritis terhadap janji kampanye, dan memilih berdasarkan rekam jejak serta visi misi calon. Mereka juga akan lebih peduli terhadap proses pengawasan, termasuk melaporkan pelanggaran yang terjadi di lapangan.
Dengan begitu, kualitas pemilu sebagai pilar demokrasi akan meningkat. Tidak hanya itu, kualitas para pemimpin yang terpilih pun akan lebih baik, karena terlahir dari proses politik yang sehat dan bersih.
Hoaks dan Disinformasi
Salah satu tantangan besar dalam pendidikan politik masa kini adalah menjamurnya hoaks dan disinformasi, terutama menjelang masa kampanye. Isu-isu yang bersifat emosional, seperti agama, suku, dan ras, kerap dijadikan alat kampanye kotor demi memenangkan simpati publik.
Bawaslu menilai bahwa salah satu cara efektif untuk melawan hoaks adalah dengan membekali masyarakat dengan pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis. Melalui pendidikan politik yang masif dan sistematis, masyarakat bisa dilatih untuk tidak langsung percaya pada informasi yang beredar, melainkan mampu melakukan verifikasi dan konfirmasi terhadap sumber informasi.
Buat kalian yang ingin mendapatkan dan mengetahui informasi-informasi menarik lainnya mengenai partai politik SEMBILAN NEWS adalah pilihan terbaik buat anda.
- Gambar Utama dari www.antaranews.com
- Gambar Kedua dari www.rri.co.id