Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berhentikan secara tetap Ketua dan tiga anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru.
Sanksi tegas ini dijatuhkan setelah DKPP menilai mereka terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dalam pelaksanaan Pilkada Kota Banjarbaru tahun 2024. Sidang yang digelar di Jakarta pada Jumat, 28 Februari 2025, mengungkap serangkaian pelanggaran yang dinilai fatal, menggiring pertanyaan besar.
Apa sebenarnya yang terjadi di balik layar KPU Banjarbaru, dan bagaimana dampaknya terhadap legitimasi demokrasi di kota tersebut?
DAFTAR ISI
Melihat Rentetan Kontroversi
Kisah ini bermula dari keputusan KPU Banjarbaru mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2 Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah, beberapa waktu sebelum hari pemungutan suara. Alasan diskualifikasi ini didasarkan pada rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Selatan, yang menemukan adanya pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh pasangan tersebut.
Namun, kontroversi tidak berhenti di situ. KPU Banjarbaru tetap melanjutkan proses pemilihan dengan hanya menyertakan satu pasangan calon di surat suara. Tanpa menyediakan opsi kolom kosong sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.
Keputusan ini memicu protes dari berbagai pihak, termasuk tim sukses pasangan calon yang didiskualifikasi, yang merasa hak konstitusional warga negara untuk memilih telah dirampas. Puncaknya, hasil Pilkada Banjarbaru digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
KPU Banjarbaru Abaikan Hak Konstitusional Pemilih?
DKPP dalam putusannya secara tegas menyatakan bahwa KPU Banjarbaru telah melanggar Pasal 54C Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang secara eksplisit mengatur bahwa pemilihan dengan hanya satu pasangan calon harus menyediakan dua kolom di surat suara, satu kolom berisi foto pasangan calon, dan satu kolom kosong.
DKPP berpendapat bahwa tindakan KPU Banjarbaru telah menghilangkan hak konstitusional warga negara untuk memilih secara bebas dan adil. Pemilih tidak diberikan pilihan yang sesungguhnya, dan suara mereka yang dicoblos pada gambar pasangan calon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah. Hal ini dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan pemilu.
MK Minta Pemungutan Suara Segera Diulang
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukan oleh pihak terkait dan membatalkan hasil Pilkada Kota Banjarbaru. Dalam putusannya, MK memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Banjarbaru.
MK menilai bahwa KPU Banjarbaru telah melakukan kesalahan prosedur yang berdampak signifikan terhadap hasil pemilihan dan melanggar hak konstitusional pemilih. Putusan MK ini menjadi pukulan telak bagi KPU Banjarbaru dan menunjukkan bahwa pelanggaran yang mereka lakukan memiliki konsekuensi yang serius.
Baca Juga: Israel Hentikan Pasokan Barang ke Gaza, PBNU Minta Pemerintah RI Tegas
Ketua dan Tiga Anggota KPU Banjarbaru Dipecat!
DKPP tidak tinggal diam menyikapi pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Banjarbaru. Setelah melalui proses pemeriksaan yang mendalam, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua KPU Banjarbaru, Dahtiar, serta tiga anggotanya, Resty Fatma Sari, Normadina, dan Hereyanto. Sementara itu, satu anggota KPU Banjarbaru lainnya, Haris Fadhillah, hanya mendapatkan sanksi berupa peringatan keras.
Sanksi ini diberikan karena Haris Fadhillah dinilai telah berupaya untuk mengingatkan rekan-rekannya mengenai pentingnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan DKPP ini menjadi bukti bahwa tidak ada toleransi bagi penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik dan peraturan perundang-undangan.
Kekhawatiran Terhadap Demokrasi di Banjarbaru
Keputusan DKPP ini mendapatkan beragam reaksi dari masyarakat. Sebagian pihak mengapresiasi tindakan tegas DKPP dan berharap agar kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia. Namun, ada juga pihak yang выражать kekhawatiran terhadap masa depan demokrasi di Banjarbaru.
Mereka khawatir bahwa kasus ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu dan proses demokrasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi seluruh pihak terkait untuk bekerja sama dalam memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa pemilu mendatang dapat dilaksanakan dengan jujur, adil, dan transparan.
Mengambil Pelajaran Dari Kasus di Banjarbaru
Kasus KPU Banjarbaru ini menjadi cermin bagi seluruh penyelenggara pemilu di Indonesia. Integritas, profesionalitas, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan adalah kunci utama dalam menyelenggarakan pemilu yang berkualitas dan demokratis. Penyelenggara pemilu harus mampu menjaga netralitas, menghindari konflik kepentingan, dan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Selain itu, pengawasan yang ketat dari masyarakat sipil dan media massa juga sangat penting untuk memastikan bahwa penyelenggara pemilu menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Dengan demikian, diharapkan pemilu di Indonesia dapat menjadi sarana yang efektif untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan memilih pemimpin yang berkualitas.
Buat kalian yang ingin mendapatkan dan mengetahui informasi-informasi menarik lainnya mengenai partai politik, SEMBILAN NEWS adalah pilihan terbaik buat anda, yang dimana akan selalu memberikan informasi terbaru dan ter-update setiap harinya.