Anggota DPR tengah membahas RUU Aceh yang fokus pada penetapan batas wilayah provinsi, termasuk pengaturan terkait 4 pulau yang selama ini menjadi sengketa.
Pembahasan ini bertujuan untuk memperjelas status hukum dan wilayah administratif Aceh, sekaligus memperkuat kedaulatan daerah. RUU ini diharapkan dapat menyelesaikan persoalan batas wilayah yang belum tuntas dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta pemerintah daerah.
Di bawah ini SEMBILAN NEWS akan membahas rencana revisi UU Pemerintahan Aceh yang mencakup penegasan batas wilayah, termasuk polemik 4 pulau sengketa dengan Sumatera Utara.
DAFTAR ISI
Tuntutan Penegasan Wilayah
Salah satu isu paling krusial dalam revisi ini adalah penegasan batas wilayah Aceh. Doli menyoroti pentingnya revisi UU ini untuk memperjelas letak geografis Aceh yang hingga kini masih menyisakan sengketa, terutama menyangkut 4 pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang diklaim berada di bawah administrasi Sumatera Utara.
Keempat pulau tersebut yang telah menjadi sumber ketegangan antara masyarakat Aceh dan otoritas Sumatera Utara menjadi simbol dari ketidakjelasan administratif yang telah berlangsung bertahun-tahun.
“Dalam Pasal 246 UU PA sebenarnya sudah diatur tentang batas wilayah Aceh. Namun, dalam praktiknya, masih ada perbedaan persepsi dan data antara pusat dan daerah,” ujar Doli.
Polemik batas wilayah ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga berdampak pada pengelolaan sumber daya alam, hak atas tanah, serta pelayanan publik bagi masyarakat setempat. Dengan adanya revisi UU, diharapkan tidak ada lagi tumpang tindih otoritas yang membingungkan masyarakat di lapangan.
Masuk Prolegnas dan Siap Dibahas
Doli yang kini juga menjabat sebagai Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyatakan bahwa RUU Pemerintahan Aceh sudah resmi masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Saya sebagai pimpinan Baleg itu sudah memasukkan UU PA ini dalam daftar pembahasan. Tinggal nanti dibicarakan lebih rinci dengan pemerintah, apakah inisiatifnya dari DPR atau pemerintah,” tuturnya.
Jika pemerintah mengambil inisiatif, menurut Doli, itu justru lebih baik karena menunjukkan komitmen eksekutif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di Aceh secara komprehensif.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa pembahasan tidak boleh terburu-buru. Semua pihak harus dilibatkan, mulai dari Pemerintah Aceh, DPR Aceh, tokoh masyarakat, hingga pakar hukum dan tata negara. “Revisi UU ini menyangkut kehormatan, hak istimewa, dan masa depan Aceh. Jadi, semua harus mendengarkan suara dari akar rumput,” tambahnya.
Baca Juga:
Menanti Kepastian Status Otonomi Khusus
Otonomi khusus Aceh merupakan hasil dari kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005. Kesepakatan ini dikenal sebagai Perjanjian Helsinki.
Sebagai bentuk rekonsiliasi dan pengakuan atas kekhususan Aceh, daerah tersebut diberikan wewenang khusus dalam pengelolaan pemerintahan, hukum, dan keuangan melalui UU PA. Dana otonomi khusus Aceh akan berakhir pada 2027, dan hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat bahwa keistimewaan mereka akan dikurangi.
Kekhawatiran ini mencerminkan pentingnya jaminan terhadap hak-hak Aceh. Oleh karena itu, revisi UU dinilai penting untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah sekaligus memastikan kesinambungan hak Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Reaksi Daerah dan Tantangan Ke Depan
Di tingkat daerah, wacana revisi ini mendapat perhatian serius. Pemerintah Aceh dan DPR Aceh telah menyuarakan pentingnya keterlibatan penuh dalam proses revisi, terutama dalam menentukan pasal-pasal yang menyangkut hak istimewa Aceh. Mereka juga menuntut agar tidak ada pengurangan terhadap kewenangan Aceh yang sudah diatur dalam UU sebelumnya.
Sementara itu, di Sumatera Utara, beberapa pihak meminta peninjauan ulang batas wilayah dilakukan secara adil. Peninjauan tersebut juga harus berbasis data geospasial yang akurat agar tidak menimbulkan konflik antarwarga di perbatasan.
Tantangan terbesar ke depan adalah merumuskan undang-undang yang adil dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat Aceh. UU tersebut juga harus menjamin integrasi nasional serta menyelesaikan sengketa wilayah yang telah berlangsung lama.
Kesimpulan
Revisi UU Pemerintahan Aceh bukan sekadar urusan administrasi atau hukum. Revisi ini menyangkut keadilan historis, rekonsiliasi politik, dan masa depan otonomi daerah di Indonesia. DPR dan pemerintah memegang tanggung jawab besar untuk menjadikan revisi ini sebagai momentum memperkuat perdamaian.
Penegasan batas kewenangan, terutama di wilayah yang masih belum jelas, menjadi hal krusial. Dengan keterlibatan semua pihak dan semangat dialog, revisi UU PA berpeluang menjadi tonggak baru dalam hubungan Aceh dan pemerintah pusat.
Simak dan ikuti terus SEMBILAN NEWS agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.inews.id
- Gambar Kedua dari nasional.kompas.com