Site icon SEMBILAN NEWS

Ini Respons Partai Besar Soal Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR

Dalam dinamika politik Indonesia, hubungan antara wakil rakyat dan konstituennya selalu menjadi sorotan publik.

Baru-baru ini, muncul gugatan yang diajukan oleh sejumlah pihak untuk membuka mekanisme agar rakyat dapat secara langsung memberhentikan anggota DPR, berbeda dengan prosedur pemberhentian antarwaktu yang selama ini berada di tangan partai politik.

Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran SEMBILAN NEWS.

 

Latar Belakang Gugatan UU MD3

Beberapa mahasiswa telah mengajukan uji materiil terhadap Undang‑Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menyoroti Pasal 239 ayat (2) huruf d, yang selama ini menetapkan bahwa pemberhentian anggota DPR antarwaktu hanya bisa dilakukan jika diusulkan oleh partai politik.

Dalam petitum mereka, mahasiswa meminta agar mekanisme itu diubah sehingga konstituen atau rakyat secara langsung memiliki akses untuk menghentikan wakilnya di DPR jika dinilai tidak memenuhi harapan.

Menurut para penggugat, keberadaan mekanisme pemberhentian eksklusif di tangan partai politik membuat kontrol publik terhadap legislator menjadi sangat terbatas.

Mereka menilai bahwa hak memilih rakyat hanya bersifat prosedural formal setelah pemilu. Rakyat tak punya suara lagi dalam mengawasi atau mengganti wakilnya.

Sikap Gerindra

Partai Gerindra menyikapi gugatan ini dengan sikap terbuka namun penuh pertimbangan. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Gerindra, Bob Hasan, menyatakan bahwa dia tidak keberatan dengan upaya mahasiswa tersebut, bahkan menyebutnya sebagai sesuatu yang positif untuk demokrasi.

Bob menekankan bahwa konsep pergantian antarwaktu (PAW) sudah diatur dalam UU MD3 dan bahwa keberadaan partai politik sebagai pengusung wakil rakyat menjadi bagian dari sistem politik yang sah. Dia menyerahkan kemungkinan mekanisme baru seperti “pemecatan oleh rakyat” sepenuhnya ke MK untuk dipertimbangkan.

Namun, Gerindra juga menegaskan bahwa peran partai politik dalam menjembatani wakil rakyat dengan konstituen tetap sangat penting. Dalam pandangan Gerindra, memberi kontrol pihak luar (rakyat langsung) terhadap pemecatan anggota DPR akan membawa konsekuensi serius dalam struktur dan fleksibilitas legislatif.

Baca Juga: Komisi VII DPR Desak Peninjauan Ulang Kebijakan Strategis Nasional

Pandangan PAN

Partai Amanat Nasional (PAN) juga ikut memberikan respons atas gugatan tersebut. Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno. Mengakui aspirasi masyarakat untuk bisa mengevaluasi anggota DPR sebagai hal yang wajar dan penting.

Menurutnya, meskipun partai politik mempunyai kewenangan utama dalam mengevaluasi kadernya, publik tetap punya ruang untuk menyampaikan kekecewaan atau kritik terhadap kinerja wakil rakyat.

Eddy menyebut bahwa proses evaluasi itu bisa dimulai ketika anggota DPR hendak mencalonkan diri kembali pada pemilu berikutnya. Masyarakat bisa melaporkan wakil yang dianggap gagal atau bermasalah ke partai, dan partai akan mempertimbangkan masukan tersebut.

Di sisi lain, Ketua Fraksi PAN, Putri Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa PAN akan mempelajari lebih dulu gugatan ini secara komprehensif sebelum mengambil sikap resmi.

Dengan demikian, PAN tampak mencoba menyeimbangkan antara aspirasi konstituen dan struktur partai politik sebagai penentu pemberhentian.

Sikap Golkar

Sementara itu, Partai Golkar juga merespons gugatan mahasiswa itu dengan sikap yang cukup moderat. Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa dirinya menghormati langkah konstitusional para pemohon.

Menurut Bahlil, demokrasi memungkinkan warga negara mengajukan aspirasi melalui jalur yang sah, dan uji materi di MK adalah bagian dari mekanisme tersebut.

Bahlil menekankan bahwa proses ini harus dilakukan sesuai “mekanisme dan tata kerja yang baik” sesuai aturan yang sudah ada, dan bahwa aspirasi rakyat itu penting selama tidak melewati koridor hukum.

Sikap Golkar ini mencerminkan niat untuk menghargai kontrol publik sekaligus menjaga stabilitas sistem politik yang ada.

Namun demikian, Golkar belum menyatakan dukungan tegas untuk amandemen UU MD3 agar membuka mekanisme pemecatan langsung oleh rakyat.

Mereka lebih condong untuk melihat bagaimana MK merespons gugatan itu secara konstitusional, sebelum mendorong revisi undang‑undang.

Hal ini menunjukkan bahwa Golkar melihat isu ini sebagai dinamika demokrasi yang layak dikaji. Tetapi tidak ingin terburu‑buru mengubah aturan dasar tanpa analisis matang.

Simak dan ikuti terus informasi menarik lainnya tentang berita-berita polik terbaru tentunya terpecaya hanya di SEMBILAN NEWS.


Sumber Informasi Gambar:

Exit mobile version