Kasus kekerasan seksual di Sumba Barat Daya, NTT, jadi sorotan nasional dan undang keprihatinan berbagai kalangan, termasuk Partai Perindo.
Kejadian ini tidak hanya menguak luka korban, tetapi juga memperlihatkan kegagalan sistem hukum dan perlindungan terhadap perempuan di Indonesia, khususnya ketika korban justru mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari oknum aparat kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung.
DAFTAR ISI
Dugaan Pelanggaran HAM Oleh Aparat Kepolisian
Partai Perindo, yang dikenal sebagai “Partai Kita”, secara resmi mengecam keras tindakan oknum polisi. Oknum tersebut diduga melakukan pelecehan terhadap perempuan korban kekerasan seksual.
Kejadian tragis ini tidak hanya melibatkan kekerasan awal yang dialami korban. Lebih parah lagi, aparat yang seharusnya membantu justru memperburuk penderitaan korban.
Firda Riwu Kore, Ketua DPP Partai Perindo Bidang Pedesaan dan Potensi Kedaerahan sekaligus tokoh muda berdarah NTT, menegaskan dugaan perilaku aparat ini sangat disesalkan. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai pengkhianatan terhadap fungsi utama penegak hukum.
“Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap fungsi utama aparat penegak hukum sebagai pelindung rakyat, terlebih kepada perempuan yang datang dalam kondisi rentan dan trauma,” ujarnya dengan tegas di Jakarta, Sabtu, 14 Juni 2025.
Kasus ini memperlihatkan betapa lemahnya sistem perlindungan dan pengawasan terhadap aparat yang seharusnya menjaga hak-hak korban.
Firda menyatakan, “Peristiwa ini menjadi gambaran nyata kegagalan sistem hukum kita dalam memastikan rasa aman bagi korban kekerasan seksual. Ketika korban justru kembali dilukai dalam proses mencari keadilan, maka sudah saatnya kita melakukan koreksi serius terhadap sistem yang ada.”
Baca Juga:
Dampak Pada Kepercayaan Publik Terhadap Kepolisian
Tak hanya menjadi tragedi personal bagi korban, kasus ini juga menggores citra institusi kepolisian yang harusnya menjadi simbol keadilan dan perlindungan. Dugaan pelaku kini sudah ditahan oleh Propam Polri dan sedang menjalani proses etik serta pidana. Namun, kerusakan nama baik polisi di mata publik sudah terlanjur terjadi.
Firda menegaskan pentingnya penanganan yang transparan dan tegas, “Dugaan tindakan ini mencoreng nama baik institusi kepolisian di mata publik. Kepercayaan masyarakat harus dipulihkan dengan langkah-langkah hukum yang tegas dan terbuka.”
Rasa kepercayaan terhadap aparat penegak hukum semakin menipis. Hal ini sangat berbahaya terutama bagi perempuan dan anak-anak yang rentan menjadi korban. Jika mereka merasa tidak aman untuk melapor, banyak kasus kekerasan seksual yang tidak terungkap. Akibatnya, penegakan hukum menjadi semakin sulit dan masalah ini terus berlanjut tanpa solusi.
Komitmen Perindo dan DPRD Sumba Barat Daya
Menanggapi kasus yang memilukan ini, Fraksi Partai Perindo di DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya menyatakan komitmen kuat untuk mengawal proses penanganan kasus secara serius. Pendampingan, pengawasan, dan komunikasi kelembagaan akan terus dilakukan agar korban mendapatkan hak-hak keadilannya secara penuh.
“Kami mendorong DPRD untuk memberi perhatian khusus terhadap kasus ini dan memastikan bahwa mekanisme perlindungan terhadap perempuan dan anak diperkuat di tingkat daerah,” tegas Firda.
Pentingnya penguatan perlindungan ini menjadi panggilan untuk memastikan bahwa negara hadir secara nyata dalam menyediakan akses hukum, layanan psikologis, dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual. Korban harus memperoleh pendampingan menyeluruh agar trauma dapat pulih dan kehidupan sosialnya kembali normal.
Firda juga berharap agar kasus ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memperkuat layanan dan mekanisme responsif di tingkat lokal. Termasuk unit layanan khusus bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
Harapan Untuk Perlindungan Sistemik
Firda, sebagai putri daerah dan tokoh perempuan yang peduli pada isu ini, mengajak Ibu Bupati Sumba Barat Daya untuk menunjukkan kepedulian yang nyata. Ia berharap dukungan tersebut dapat memperkuat perlindungan bagi perempuan dan anak di daerah tersebut.
“Sebagai kepala daerah sekaligus sesama perempuan, kami percaya Ibu Bupati memiliki perhatian terhadap kasus ini dan diharapkan dapat memberikan dukungan nyata dalam memastikan perlindungan perempuan dan anak di Sumba Barat Daya,” ujarnya.
Firda menegaskan bahwa perlindungan perempuan tidak bisa bersifat insidental atau parsial, melainkan harus dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan.
“Perempuan tidak boleh menjadi korban berulang, apalagi oleh mereka yang memiliki posisi kuasa. Solidaritas penuh untuk korban. Kita semua punya tanggung jawab untuk menciptakan ruang yang aman dan adil bagi setiap warga negara, khususnya perempuan dan anak,” kata Firda.
Dengan kekayaan budaya dan kehangatan masyarakatnya, Nusa Tenggara Timur diharapkan menjadi wilayah yang ramah dan aman bagi semua, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Firda berharap bahwa kasus ini menjadi titik tolak perubahan positif dalam sistem hukum dan perlindungan sosial di daerah tersebut.
Simak dan ikuti terus SEMBILAN NEWS agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari nasional.okezone.com
- Gambar Kedua dari www.ntthits.com