Pada Rapat Paripurna DPR RI ke-23 diselenggarakan pada 8 Juli 2025, DPR secara resmi mengesahkan Peraturan tentang Renstra DPR RI 2025-2029.
Pengesahan ini membuka jalan bagi revisi UU Pemilu yang dapat dilakukan melalui metode kodifikasi atau Omnibus Law lewat RUU Politik. Langkah ini dianggap krusial untuk menyelaraskan berbagai peraturan terkait pemilu, pilkada, dan partai politik, serta merespons dinamika hukum tata negara terkini. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran SEMBILAN NEWS.
Izin Revisi UU Pemilu Melalui Omnibus Law dan Kodifikasi
Salah satu poin krusial yang diizinkan dalam Peraturan DPR tentang Renstra adalah revisi UU Pemilu yang dapat dilakukan secara kodifikasi atau melalui metode Omnibus Law via Rancangan Undang-Undang (RUU) Politik . Wakil Ketua Baleg DPR sekaligus Ketua Panja Rancangan Peraturan DPR tentang Renstra 2025-2029, Sturman Panjaitan, menilai bahwa metode kodifikasi sangat penting dalam penyusunan UU Paket Pemilu dan Politik.
Hal ini juga disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun sempat ada perdebatan mengenai penggunaan metode omnibus law, pemerintah, melalui Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto, telah menegaskan bahwa metode kodifikasi akan dipilih dalam pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada.
Metode kodifikasi adalah proses menyusun, mengumpulkan, dan mensistematiskan hukum dari suatu yurisdiksi atau cabang hukum tertentu menjadi satu kode yang teratur, yang bertujuan membentuk kitab undang-undang yang lebih terstruktur dan sistematis.
Bima Arya menjelaskan bahwa pilihan kodifikasi didasari oleh Rencana Pembangunan Jangka Nasional dan undang-undang terkait. Yang akan menghasilkan UU baru yang menggabungkan sejumlah UU terkait pemilu, pilkada, dan partai politik.
Pro dan Kontra Metode Omnibus Law Dalam RUU Kepemiluan
Penggunaan metode omnibus law untuk RUU Kepemiluan telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan berbagai pihak. Sejumlah pihak berpendapat bahwa penggunaan metode omnibus dalam RUU Kepemiluan tidak mengakomodasi kepentingan publik. Deputi Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi mengkritisi rencana penggunaan metode omnibus law dalam pembahasan RUU Kepemiluan karena dinilai cenderung membahas tiap-tiap UU secara parsial.
Hanya dari pasal-pasal baru seperti hasil penambahan, penghapusan, atau revisi. Menurut Fajri, metode omnibus law hanya akan mengaburkan permasalahan dan cenderung mengakomodasi kepentingan pembentuk UU. Khususnya kepentingan partai politik, serta berpotensi besar memasukkan ketentuan yang saling tumpang tindih. Sebaliknya, ia menyarankan metode kodifikasi karena dapat memetakan keterhubungan antara satu UU dan UU lain yang berkaitan dengan baik.
Sehingga mengurangi risiko tumpang tindih atau pengaturan yang bertolak belakang. Fajri juga menyoroti bahwa UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah mempraktikkan model kodifikasi dan berhasil menggabungkan beberapa UU. Sehingga diharapkan model ini dapat dilanjutkan dengan ketentuan yang saat ini diatur dalam UU Pemilihan Kepala Daerah dan UU Partai Politik.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati juga mendukung kodifikasi untuk menyatukan UU Pemilu dan UU Pilkada. Karena MK telah menegaskan bahwa pilkada adalah pemilu.
Baca Juga: Sinergi dan Efisiensi Anggaran Jadi Harapan Komisi XIII Untuk KemenHAM
Akuntabilitas Keuangan Partai dan Penegakan Hukum
Selain aspek metode penyusunan undang-undang, UU Partai Politik yang termasuk dalam RUU Politik juga dinilai perlu memasukkan aturan soal akuntabilitas keuangan partai. Pentingnya transparansi dalam pembahasan dan partisipasi publik yang bermakna juga ditekankan dalam pembentukan undang-undang ini. Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona.
Mendukung pembahasan dengan metode kodifikasi meskipun bisa memakan waktu yang lebih panjang. Karena masih ada waktu yang cukup sebelum Pemilu 2029. Yance juga mengingatkan bahwa jika metode omnibus tetap digunakan, ada kekhawatiran banyak kepentingan yang tidak terakomodasi, terutama dari publik. Dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat menyebabkan uji materi lagi di Mahkamah Konstitusi.
Terlepas dari model revisi UU kepemiluan, Yance juga mengingatkan pembentuk undang-undang. Untuk menitikberatkan pada netralitas presiden dan penguatan sisi penegakan hukum pemilu. Ia menyarankan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk fokus pada performa penegakan hukum dalam pemilu. Termasuk mengatasi persoalan pendanaan politik ilegal seperti mahar politik dalam pencalonan.
Tahapan Selanjutnya dan Target Waktu
Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyetujui Rancangan Peraturan DPR tentang Rencana Strategis (Renstra) DPR 2025-2029 untuk dibawa ke rapat paripurna guna disahkan. Kesepakatan ini dicapai setelah mendengarkan pendapat mini fraksi yang secara bulat menerima rancangan peraturan ini untuk diproses ke tahap selanjutnya.
Ketua Baleg, Bob Hasan, telah meminta persetujuan seluruh anggota yang hadir. Untuk memproses lebih lanjut hasil pembahasan Rancangan Peraturan DPR tentang Renstra DPR RI 2025-2029. Panitia Kerja (Panja) Baleg telah melakukan pembahasan secara intensif dan mendalam Rancangan Peraturan DPR. Tentang Rencana Strategis DPR 2025-2029 beserta lampirannya pada tanggal 4 dan 7 Juli 2025.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto juga menekankan bahwa pihaknya tidak akan tergesa-gesa untuk mendorong pembahasan revisi UU tentang Pemilu. Melainkan akan mematangkan konsep RUU Pemilu tersebut berdasarkan cara pandang pemerintah.
Kesimpulan
Paripurna DPR Resmi Renstra 2025-2029 oleh DPR RI menandai langkah penting dalam merevisi UU Pemilu dan UU Politik di Indonesia. Meskipun ada perdebatan mengenai metode Omnibus Law, fokus utama kini beralih ke metode kodifikasi yang dianggap lebih komprehensif dan sistematis.
Pentingnya akuntabilitas keuangan partai, netralitas presiden, dan penguatan penegakan hukum pemilu juga menjadi sorotan dalam proses revisi ini. Dengan target penyelesaian yang jelas, diharapkan revisi undang-undang ini dapat menghasilkan kerangka hukum pemilu yang lebih baik dan mendukung demokrasi substantif di Indonesia.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang Paripurna DPR resmi renstra hanya di SEMBILAN NEWS.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.tempo.co
- Gambar Kedua dari jabar.tribunnews.com