PDIP menegaskan dukungannya terhadap pilkada langsung untuk memastikan kedaulatan rakyat, sambil mengkritisi opsi pilkada.
Juru Bicara PDIP, Guntur Romli, menyoroti risiko revisi UU Pilkada yang bisa membungkam suara rakyat dan melemahkan legitimasi kepala daerah. Partai berlambang banteng ini menekankan pentingnya demokrasi langsung pasca-Reformasi, menjaga hak warga.
Simak dan ikutin terus berita yang akan di bahas di bawah ini yang hanya ada di SEMBILAN NEWS.
Guntur Romli Dukung Pilkada Langsung Untuk Kedaulatan
Juru Bicara DPP PDIP, Guntur Romli, tegas menolak usulan pilkada melalui DPRD, bersikukuh pemilihan langsung oleh rakyat jadi pilihan utama partai berlambang banteng. “PDI Perjuangan tetap ingin pemilihan langsung,” ujarnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu (14/12).
Guntur menekankan, mekanisme DPRD akan tolak publik karena minim partisipasi masyarakat, mirip sistem tertutup Orde Baru. “Masyarakat tidak akan merasa mereka yang memilih kepala daerah tersebut,” katanya, soroti legitimasi rendah yang bisa picu protes massal. Sikap ini jadi ujian awal bagi koalisi Prabowo yang kini kuasai parlemen.
Dorongan PDIP ini bukan sekadar dogma, tapi strategi jaga basis massa akar rumput yang haus demokrasi langsung pasca-Reformasi 1998.
Legitimasi Pilkada di Ambang Krisis
Guntur Romli mengibaratkan pilkada DPRD sebagai “mundur ke belakang”, karena era Soeharto dulu pemimpin daerah ditunjuk elite tanpa suara rakyat. “Ini seperti kembali kepada Orde Baru,” tegasnya, ingatkan trauma demonstrasi mahasiswa yang robohkan rezim itu. Publik kini lebih cerdas, tak terima “pemilihan gelap” di balik pintu DPRD.
Meski Mendagri Tito Karnavian bilang tak langgar UUD 1945, Guntur akui kajian PDIP sedang berlangsung—tapi hati nurani partai condong ke rakyat. “Legitimasi jadi kunci tanpa itu, bupati-wali kota bakal lemah di mata warga,” tambahnya. Data survei LSI 72% responden tolak pilkada tak langsung.
Konflik ini picu friksi internal koalisi PDIP di posisi oposisi, sementara Golkar-Gerindra dorong efisiensi anggaran via DPRD.
Baca Juga: Janji Politik Jadi Nyata: Aceh Timur Terima Bantuan Rp4 Miliar Untuk Banjir
Sila Ke-4 Pancasila Mufakat Bukan Tutup Demokrasi
Guntur setuju argumen Tito soal sila Ke-4 Pancasila yang izinkan mufakat tertutup, tapi tekankan “semua kembali kepada aturan disepakati bersama”. “Memang ada benarnya, tapi bukan alasan tutup keran partisipasi,” balasnya, soroti risiko revisi UU jadi senjata elite. PDIP khawatir ini agenda terselubung hilangkan suara publik di pilkada mendatang.
Pemerintahan Prabowo-Gibran butuh demokrasi berkualitas, kata Guntur, di mana rakyat aktif pilih pemimpin terbaik. “Ini negara antara pemerintah dan rakyat kedaulatan rakyat harus utama,” ungkapnya. Tanpa pilkada langsung, citra “pemerintah rakyat” Prabowo bisa retak.
Aktivis seperti Usman Hamid dukung PDIP Pil direct jadi pondasi stabilitas daerah, cegah konflik seperti Pilgub DKI 2017.
Prabowo-Gibran Diminta Tak Revisi UU Membungkam Suara Rakyat
Guntur Romli waspadai revisi UU Pilkada jangan jadi pintu tutup demokrasi. “Usulan ini tak boleh hilangkan partisipasi publik secara langsung,” tegasnya, prediksi gelombang penolakan dari LSM dan mahasiswa. Di era Prabowo yang janji “kontinyuitas”, pilkada DPRD bisa jadi bom waktu politik.
PDIP dorong dialog multipartai di DPR, tapi sikap teguh rakyat harus pilih langsung untuk tingkatkan kualitas pemimpin daerah. Analis politik Adi Prayitno “PDIP main aman jaga image pro-rakyat, sementara pemerintah uji elektabilitas koalisi.” Dampak ekonomi? Pilkada langsung ciptakan lapangan kerja kampanye senilai triliunan.
Prospek panas sidang paripurna DPR Januari 2026 jadi arena bentrok. PDIP siap turunkan massa jika revisi lolos pertarungan demokrasi baru dimulai.
Luangkan waktu anda untuk membaca informasi dan berita yang menarik yang hanya ada di SEMBILAN NEWS.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari antaranews.com
- Gambar Kedua dari jabejabe.pikiran-rakyat.com
