Kasus selundupkan 13 ekor penyu hijau dari NTB yang dilindungi, mencoreng citra Bali sebagai wisata yang menjunjung tinggi kelestarian alam.
Seorang pria lanjut usia (lansia) berinisial WW (60), ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian atas selundupkan 13 ekor penyu hijau dari Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), ke wilayah Bali.
Dibawah ini SEMBILAN NEWS akan membahas ironisnya, penyu-penyu malang tersebut rencananya akan dijual ke warung-warung makan di Bali untuk dijadikan hidangan eksotis, mengabaikan status penyu hijau sebagai satwa yang dilindungi undang-undang.
DAFTAR ISI
Modus Operandi Penyelundupan Terstruktur?
Modus penyelundupan yang dilakukan WW terbilang rapi. Ia membeli penyu-penyu tersebut dari seseorang di Lombok Timur, NTB. Kemudian, satwa dilindungi itu diselundupkan melalui Pelabuhan Padang Bai, Kabupaten Karangasem.
Pelaku mengangkut penyu menggunakan truk menuju rumahnya di Desa Pikah, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali. Penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan pihak kepolisian untuk mengungkap jaringan yang lebih besar, termasuk pemasok di NTB dan para pembeli di Bali.
Dugaan adanya sindikat penyelundupan penyu lintas provinsi semakin menguat, mengingat kasus serupa kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah WW hanya seorang pemain tunggal, atau bagian dari jaringan yang lebih terorganisir?
Motif Keuntungan di Atas Konservasi
Motif ekonomi menjadi alasan utama WW nekat melakukan tindakan ilegal tersebut. Menurut pengakuannya, penyu-penyu tersebut akan dijual ke warung-warung makan yang menyediakan menu olahan daging penyu.
Harga jual penyu hijau di pasaran gelap cukup tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang menggiurkan bagi para pelaku. Permintaan daging penyu yang masih tinggi di kalangan tertentu.
Menjadi pemicu utama perburuan dan penyelundupan satwa dilindungi ini. Padahal, mengonsumsi daging penyu tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan. Penyu merupakan hewan yang rentan terhadap pencemaran logam berat.
Sehingga dagingnya berpotensi mengandung zat berbahaya bagi manusia. Ironisnya, keuntungan sesaat yang didapatkan para pelaku justru mengancam kelestarian penyu hijau di alam liar.
Baca Juga:
Ancaman Hukuman yang Tidak Membuat Jera?
Atas perbuatannya, tersangka WW dijerat Pasal 21 ayat (2) huruf a dan huruf b Jo Pasal 40A ayat (1) huruf d dan huruf e Undang-Undang RI No 32 Tahun 2024. Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang KSDA-HE, Jo Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999.
Tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dengan ancaman penjara maksimal 3 tahun. Ancaman hukuman ini dinilai masih terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera bagi para pelaku. Banyak pihak yang mendesak agar pemerintah merevisi undang-undang terkait konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dengan meningkatkan ancaman hukuman bagi pelaku perburuan dan perdagangan satwa dilindungi. Selain itu, penegakan hukum yang lebih tegas dan konsisten juga diperlukan untuk memberantas praktik ilegal ini hingga ke akar-akarnya.
Nasib Penyu Dilepasliarkan atau Dikonsumsi?
Sebelas ekor penyu hijau yang masih hidup telah dititipkan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali untuk mendapatkan perawatan. Setelah dinyatakan sehat dan siap, penyu-penyu tersebut akan dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya.
Namun, dua ekor penyu yang ditemukan dalam kondisi mati terpaksa dikuburkan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap penyu yang berhasil diselamatkan adalah sebuah kemenangan, namun masih banyak penyu lainnya yang menjadi korban perburuan dan perdagangan ilegal.
Upaya konservasi penyu hijau membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga sektor swasta. Edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian penyu hijau harus terus digencarkan, agar masyarakat lebih sadar dan peduli terhadap satwa dilindungi ini.
Peran Masyarakat Garda Terdepan Konservasi
Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam upaya konservasi penyu hijau. Dengan melaporkan setiap aktivitas mencurigakan terkait perburuan dan perdagangan penyu, masyarakat dapat menjadi garda terdepan dalam melindungi satwa dilindungi ini.
Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan konservasi penyu, seperti membersihkan pantai dari sampah plastik yang dapat membahayakan penyu, atau membantu mengawasi sarang penyu saat musim bertelur.
Kesimpulan
Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian penyu hijau adalah kunci utama untuk memastikan bahwa satwa ini tetap lestari di alam liar. Kasus penyelundupan penyu hijau ini harus menjadi momentum bagi kita semua untuk lebih peduli dan bertindak nyata dalam menjaga kelestarian alam Bali. Ikutin terus pembahasan yang kami berikan setiap harinya dengan berita-berita viral hanya di SEMBILAN NEWS.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari denpasar.kompas.com
- Gambar Kedua dari ksda-bali.go.id