UMP Rp5,7 juta memicu rencana aksi buruh, Rano Karno menilai ketidakpuasan adalah hal lumrah dalam dinamika penetapan upah.
Penetapan UMP Rp5,7 juta menuai reaksi keras dari kalangan buruh yang berencana turun ke jalan. Di tengah polemik tersebut, Rano Karno memberikan respons yang menyoroti dinamika wajar antara kebijakan pemerintah dan aspirasi pekerja.
Apa makna pernyataannya dan bagaimana dampaknya ke depan? Ikutin terus berita yang akan di bahas di bawah ini yang hanya ada di SEMBILAN NEWS.
DAFTAR ISI
Penolakan UMP Rp5,7 Juta Jadi Sorotan Publik
Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2026 sebesar Rp5,7 juta memicu respons dari kalangan buruh. Rencana aksi demonstrasi pun mencuat sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kebijakan tersebut.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, menilai reaksi tersebut sebagai bagian dari dinamika sosial yang lazim terjadi dalam proses penetapan upah. Menurut Rano, perbedaan pandangan antara pemerintah dan buruh merupakan realitas yang tidak bisa dihindari di kota besar seperti Jakarta.
Ia menegaskan bahwa ruang dialog tetap terbuka agar aspirasi para pekerja dapat didengar dan dicari jalan keluarnya secara bersama-sama.
Rano Karno: Ketidakpuasan Adalah Dinamika Wajar
Rano Karno menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memahami keresahan buruh yang merasa UMP belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan hidup. Namun, ia menekankan bahwa kebijakan tersebut tidak lahir secara sepihak, melainkan melalui proses panjang yang melibatkan berbagai pertimbangan.
Ia menyebutkan bahwa setiap kebijakan publik pasti memunculkan pro dan kontra. Oleh karena itu, apabila muncul ketidakpuasan dan rencana aksi demonstrasi, hal tersebut dinilai sebagai hak konstitusional warga negara.
Rano juga mengingatkan bahwa mekanisme hukum tersedia bagi pihak yang ingin menempuh jalur formal, mulai dari peradilan tata usaha negara hingga prosedur lain yang diatur undang-undang.
Baca Juga: DPR Dukung Indonesia Pimpin Dewan HAM PBB
Subsidi Dan Program Penopang Di Luar UMP
Selain penetapan UMP, Pemprov DKI Jakarta mengklaim telah menyiapkan berbagai kebijakan pendukung untuk meringankan beban hidup buruh. Rano mengungkapkan bahwa bantuan tersebut mencakup subsidi transportasi, program sembako murah, hingga berbagai insentif sosial lainnya.
Menurutnya, komponen kesejahteraan pekerja tidak hanya diukur dari besaran upah bulanan, tetapi juga dari dukungan kebijakan yang dapat menekan pengeluaran rutin. Pemerintah berharap program-program tersebut mampu meningkatkan daya beli dan kualitas hidup buruh di tengah tingginya biaya hidup di ibu kota.
Rano juga kembali mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama dan membangun komunikasi yang sehat. Ia menilai dialog terbuka menjadi kunci agar kebijakan yang diambil tetap berpihak pada kesejahteraan tanpa mengabaikan kemampuan dunia usaha.
Rencana Aksi Buruh Berskala Nasional
Di sisi lain, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah mengumumkan rencana aksi demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk penolakan terhadap penetapan UMP dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di sejumlah daerah. Aksi tersebut dijadwalkan berlangsung selama dua hari, yakni 29 dan 30 Desember 2025, dengan titik utama di kawasan Istana Negara dan DPR RI.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan bahwa ribuan buruh dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten diperkirakan akan terlibat dalam aksi tersebut. Demonstrasi ini disebut sebagai upaya kolektif untuk menyuarakan tuntutan agar kebijakan pengupahan lebih sesuai dengan rekomendasi dan kebutuhan riil pekerja.
Rencana aksi ini menjadi ujian bagi pemerintah daerah dan pusat dalam mengelola aspirasi buruh secara damai dan konstruktif. Di tengah potensi gesekan, dialog dan pendekatan persuasif diharapkan menjadi jalan utama untuk menjaga stabilitas serta keadilan sosial bagi seluruh pihak.
Mari luangkan waktu anda untuk membaca informasi dan berita yang menarik yang hanya ada di SEMBILAN NEWS.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari kompas.com
- Gambar Kedua dari spn.or.id
